Putusan MK Bisa Menjadi Titik Balik Reformulasi Politik Daerah

Majelis hakim konstitusi saat sidang Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan daerah. (Humas MK)

JAKARTA – Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Tangerang, Ahmad Chumaedy menganggap pemisahan pemilu/politik nasional dan daerah yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menjadi titik balik reformulasi politik daerah dalam berbagai aspek.

Menurutnya, salah satu aspek yang harus didorong adalah keseriusan partai politik (parpol) membangun struktur kaderisasi yang berbasis kedaerahan, bukan sekadar mengimpor tokoh dari pusat atau tokoh yang populer secara instan.

“Ruang politik yang lebih longgar memberi peluang bagi munculnya isu-isu khas daerah—seperti tata kelola sumber daya lokal, layanan publik, pendidikan, hingga pelibatan warga marginal. Dengan fokus yang tidak terpecah, publik memiliki kesempatan lebih besar untuk terlibat dalam diskusi calon dan kebijakan di daerah,” ujar Memed, Minggu 6 Juli 2025.

Dia mengakui, perubahan skema pemilu memang tidak serta-merta menjamin perubahan substansial dalam konstelasi demokrasi lokal. Sebab, politik uang, dominasi patron, dan oligarki lokal tetap menjadi ancaman serius dalam setiap gelaran pemilu.

Karena itu, ada banyak hal yang harus dibenahi, seperti sistem pembiayaan politik, penguatan Bawaslu, dan keterbukaan informasi dalam pencalonan. Civil society lokal juga harus dikembangkan untuk menyokong proses demokrasi lokal agar partisipasi publik meningkat dalam pelaksanaan pemilu daerah.

“Tapi paling tidak, Putusan MK akan berimbas positif bagi perkembangan demokrasi lokal. Pemilu daerah bisa jadi panggung tersendiri untuk memunculkan para calon pemimpin berkualitas di panggung elektoral lokal. Politik lokal tidak lagi menjadi sekadar efek turunan dan dinamika nasional,” tegas Memed.

Seperti diketahui, MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 menetapkan agar pemilu daerah atau lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun atau maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD, sementara pemilu lokal meliputi pemilihan gubernur, bupati, wali kota, dan anggota DPRD.

​Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Tangerang, Ahmad Chumaedy menganggap pemisahan pemilu/politik nasional dan daerah yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menjadi titik balik reformulasi politik daerah dalam berbagai aspek.

 

 

Voi.id – Latest News

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *