The Palace Museum Beijing Jadi Contoh Pelestarian Warisan Sejarah Berkelanjutan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon. ANTARA/HO-Kementerian Kebudayaan

JAKARTA – Terletak di jantung kawasan Forbidden City, Beijing, The Palace Museum merupakan salah satu museum istana terbesar dan tertua di dunia. Didirikan pada tahun 1925, museum ini menempati bekas kompleks istana kekaisaran yang menjadi pusat pemerintahan Tiongkok selama lebih dari lima abad, dari Dinasti Ming hingga Dinasti Qing.

Arsitekturnya yang megah, koleksinya yang luar biasa, dan upaya konservasi yang berkelanjutan menjadikannya contoh hidup dari bagaimana warisan budaya dapat dipelihara tanpa kehilangan esensi sejarahnya.

Dengan luas lebih dari 72 hektar dan hampir 1.000 bangunan, museum ini menampung lebih dari 1,8 juta objek bersejarah mulai dari lukisan klasik, kaligrafi, artefak keramik, tekstil kekaisaran hingga arsip penting.

Di balik kemegahan fisiknya, The Palace Museum juga dikenal karena sistem pengelolaan dan pendekatan edukatifnya yang modern, menjadikannya magnet budaya yang dikunjungi lebih dari 17 juta orang setiap tahun. Tahun ini, museum tersebut merayakan satu abad berdirinya, mempertegas posisinya sebagai salah satu pusat budaya paling berpengaruh di dunia.

Melihat pencapaian itu, Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon, menyebut The Palace Museum sebagai contoh ideal pelestarian warisan sejarah yang berkelanjutan, baik dari segi fisik, koleksi, maupun penyajian narasi kepada publik.

“Forbidden City menunjukkan bagaimana konservasi bisa berjalan terus-menerus, dengan renovasi berulang namun tetap menjaga nilai sejarah. Di saat yang sama, mereka menghadirkan pengalaman edukatif yang kuat bagi pengunjung,” ujarnya. 

Dalam kunjungan kebudayaan ke Republik Rakyat Tiongkok, Fadli Zon melakukan dialog langsung dengan Direktur The Palace Museum, Wang Xudong, serta meninjau langsung pengelolaan museum yang kini menjadi rujukan global. Salah satu agenda penting adalah membahas kelanjutan kerja sama antara The Palace Museum dan museum-museum di Indonesia.

Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah kemitraan dengan Museum Nasional Indonesia. Menurut Fadli, Indonesia perlu membuka diri terhadap praktik-praktik pengelolaan museum berskala internasional agar warisan budaya Indonesia bisa disajikan secara relevan dan berdaya tarik lintas generasi.

“Kami ingin membangun kolaborasi jangka panjang, baik dalam pelestarian koleksi, manajemen museum, hingga pengembangan kapasitas tenaga profesional,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Wang Xudong menyambut baik inisiatif Indonesia dan mendorong adanya program pertukaran profesional, termasuk akademisi dan peneliti. Ia bahkan mengundang Indonesia untuk mengirim tenaga ahli museum agar bisa melakukan residensi langsung di The Palace Museum, sebagai bentuk pembelajaran praktik terbaik pengelolaan museum tingkat dunia.

Kunjungan ini bukan hanya mempererat hubungan budaya antarnegara, tetapi juga menjadi refleksi bagi Indonesia untuk terus mendorong museum sebagai ruang pembelajaran sejarah, pusat budaya, dan cermin identitas bangsa.

​Arsitekturnya yang megah, koleksinya yang luar biasa, dan upaya konservasi yang berkelanjutan menjadikannya contoh hidup dari bagaimana warisan budaya dapat dipelihara tanpa kehilangan esensi sejarahnya.

 

 

Voi.id – Latest News

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *