
JAKARTA – Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Subarsono menilai, pemerintah seharusnya memprioritaskan peningkatan mutu pendidikan di sekolah reguler dibanding membangun sekolah khusus baru berbasis status sosial seperti Sekolah Rakyat yang berpotensi memperparah segregasi sosial.
“Saya pikir bukan tidak efisien, tapi saya tidak yakin tepat untuk dilakukan saat ini. Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada. Kan untuk sekolah itu mendapat Dana BOS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan bagaimana meningkatkan dana BOS, memperbaiki kurikulum, dan meningkatkan kompetensi guru,” ujarnya, Minggu, 20 Juli.
Menurut dia, pendekatan segregatif seperti ini justru bisa memperlebar jurang sosial, menciptakan rasa minder dan stigma bagi para siswa di kemudian hari.
Pasalnya, pendidikan yang baik adalah pendidikan inklusif yang menyatukan anak-anak dari berbagai latar belakang sosial, bukan memisahkan mereka.
Subarsono juga menyoroti soal transparansi anggaran Sekolah Rakyat.
Sebab, renovasi tahap awal Sekolah Rakyat menyedot dana hingga Rp1,2 triliun. Padahal penggunaan dana sebesar itu hanya untuk renovasi ringan dan sedang.
“Belum lagi pengelolaan yang dilakukan oleh tiga kementerian sekaligus, Kemensos sebagai pelaksana utama, Kementerian PUPR sebagai pelaksana renovasi fisik dan Kemendikdasmen untuk perekrutan guru dan program kurikulum. Dikhawatirkan, tanpa pengawasan ketat, proyek pendidikan ini berubah menjadi ladang korupsi baru yang merugikan masyarakat,” tukasnya.
Seperti diketahui, Sekolah Rakyat yang tersebar sebanyak 63 titik di berbagai kota di Indonesia mulai berjalan pada 14 Juli 2025.
Di bawah naungan Kementerian Sosial, Sekolah Rakyat menyasar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang rawan putus sekolah.
Mereka yang masuk Sekolah Rakyat akan ditempatkan ke dalam asrama.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf berkilah, program ini ditujukan agar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem ini bisa memperoleh pendidikan. Sebab, salah satu cara keluar dari kemiskinan adalah melalui pendidikan.
Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Subarsono menilai, pemerintah seharusnya memprioritaskan peningkatan mutu pendidikan di sekolah reguler dibanding membangun sekolah khusus baru berbasis status sosial seperti Sekolah Rakyat yang berpotensi memperparah segregasi sosial.
Voi.id – Latest News