PMI Manufaktur RI Naik ke 49,2 di Juli 2025, tapi Masih Kontraksi

Ilustrasi: Foto: Dok. ANTARA

JAKARTA – Aktivitas sektor manufaktur Indonesia masih terkontraksi pada Juli 2025.

 

Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Jumat, 1 Agustus, menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 49,2 pada Juli 2025 atau mengalami kontraksi. 

 

Artinya, PMI sudah terkontraksi selama empat bulan berturut-turut.

 

Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 pada April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9) dan Juli (49,2).

 

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansif. 

 

Sementara di bawah angka itu artinya kontraksi. S&P dalam keterangannya menjelaskan sektor manufaktur RI kembali memburuk pada awal semester II-2025. 

 

Meski begitu, laju kontraksi melambat dibandingkan bulan sebelumnya, disebabkan oleh penurunan lebih ringan pada output dan pesanan baru dibandingkan Juni.

 

Pesanan ekspor baru kembali mengalami penurunan, sementara ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian tetap berada di zona merah.

 

Survei terbaru untuk Juli dilakukan antara 10 hingga 24 Juli, sehingga sebagian besar respons diperoleh sebelum pengumuman perjanjian dagang dengan Amerika Serikat (AS) pada 22 Juli.

 

Sementara itu, ekspektasi pertumbuhan untuk satu tahun ke depan melemah pada Juli, dengan tingkat keyakinan bisnis berada pada posisi terendah sejak surve ini digelar pada April 2012.

 

Dilaporkan pula harga input terus meningkat tajam dan mencatat kenaikan tercepat dalam empat bulan terakhir. 

 

Sebagai konsekuensinya, harga jual output (output charges) dinaikkan dengan laju tercepat sejak April.

 

Faktor utama dibalik merosotnya PMI Juli adalah kontraksi berkelanjutan dalam tingkat produksi.

 

Meski terjadi penurunan, laju penurunan itu moderat dan menjadi paling ringan dalam empat bulan terakhir.

 

Para responden menyebutkan, penurunan output umumnya mencerminkan lemahnya pesanan baru.

 

Bahkan, laju penurunan bisnis baru juga melambat selama Juli 2025.

 

Produsen menyatakan, kelemahan pasar sebagian diimbangi oleh dimulainya beberapa proyek baru.

 

Meski begitu, permintaan luar negeri terhadap barang manufaktur Indonesia kembali ke zona kontraksi untuk ketiga kalinya dalam empat bulan, setelah sempat stabil pada Juni.

 

“Penurunan output dan permintaan baru berlanjut pada awal triwulan ketiga, namun mereda sejak Juni. Namun, pada saat sama, permintaan ekspor kembali menurun,” jelas Ekonom di S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti seperti dikutip pada Jumat, 1 Agustus.

 

Dia menambahkan, produsen mencatat tekanan harga meningkat sejak awal semester I-2025 dimulai.

Inflasi biaya mencapai titik tertinggi dalam empat bulan akibat kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar yang tidak menguntungkan.

Biaya meningkat sebagian diteruskan ke klien, meskipun inflasi harga jual hanya moderat.

“Kepercayaan diri menghadapi tahun mendatang berkurang tajam pada Juli, dengan tingkat optimistis berada di tingkat terendah dalam survei. Perusahaan menyatakan kekhawatiran tentang tarif AS dan penurunan daya beli yang mungkin membatasi volume produksi pada tahun mendatang,” pungkasnya.

​Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Jumat, 1 Agustus, menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 49,2 pada Juli 2025 atau mengalami kontraksi. 

 

 

Voi.id – Latest News

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *