
JAKARTA – Kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit jantung kian meningkat, namun masih banyak yang belum memahami pentingnya pencegahan sejak dini. Padahal, penyakit kardiovaskular hingga kini menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
Gaya hidup tidak sehat, kurang aktivitas fisik, serta rendahnya deteksi dini sering membuat gejala awal diabaikan hingga berujung pada kondisi yang lebih serius.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) pun mengingatkan agar masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan jantung dengan langkah sederhana seperti pemeriksaan rutin, pengendalian faktor risiko, serta menjaga pola hidup yang seimbang.
“Jangan abaikan gejala nyeri dada, sesak napas, atau kaki bengkak. Perki mengajak masyarakat untuk deteksi dini, mengendalikan faktor risiko, dan menjaga pola hidup sehat,” ujar Ketua Perki dr Ade Meidian Ambari dalam acara World Heart Day (WHD) 2025 di Serpong, Tangerang, seperti dikutip ANTARA.
Ia menambahkan, Indonesia kini memiliki kemajuan teknologi dan sistem penanganan penyakit jantung yang diakui dunia melalui kolaborasi dengan berbagai institusi di Amerika, Eropa, dan Asia. Perki, lanjutnya, berkomitmen memperkuat tata laksana serangan jantung akut agar pasien mendapatkan pertolongan cepat dan tepat.
Berdasarkan data World Heart Federation (WHF), penyakit kardiovaskular (CVD) masih menjadi penyebab utama kematian dengan lebih dari 20,5 juta jiwa meninggal pada 2021. Angka ini meningkat 60 persen dibandingkan tahun 1990.
“Sekitar 85 persen kematian tersebut disebabkan oleh serangan jantung dan stroke,” katanya.
Perki juga mencatat, beban pembiayaan penyakit jantung di Indonesia terus meningkat. Pada 2024, klaim BPJS Kesehatan untuk penanganan penyakit jantung mencapai Rp19 triliun dengan 22,5 juta kasus, naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp12,5 triliun.
“Angka ini menegaskan tingginya kebutuhan pencegahan dan deteksi dini di masyarakat,” kata dia.
Hal senada disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi. Ia menuturkan bahwa klaim pembayaran penyakit jantung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, seiring dengan makin banyaknya kasus yang ditemukan serta tindakan medis yang dilakukan.
“Pada tahun 2021, kami mencatat jumlah klaim untuk penyakit jantung sebesar Rp8,6 triliun. Tetapi tahun lalu telah capai Rp19 triliun. Untuk tahun ini, kita terus memberikan edukasi dalam penanganan penyakit jantung,” ujarnya.
Sebagai bentuk pengabdian dan edukasi, para dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia akan menggelar berbagai kegiatan sepanjang September 2025. Aksi ini melibatkan masyarakat umum, tenaga kesehatan, komunitas olahraga, lembaga pendidikan, hingga pemangku kebijakan untuk bersama-sama menekan angka kematian akibat penyakit jantung.
“Kami mengajak peran aktif masyarakat dan dukungan pemerintah dalam menurunkan beban penyakit jantung pembuluh darah Indonesia,” ujarnya.
Gaya hidup tidak sehat, kurang aktivitas fisik, serta rendahnya deteksi dini sering membuat gejala awal diabaikan hingga berujung pada kondisi yang lebih serius.
Voi.id – Latest News